JAKARTA – Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menekankan pentingnya pembentukan Dewan Aglomerasi sebagai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Dewan ini berfungsi untuk menyinkronkan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan antara Provinsi DKI Jakarta sebagai kota induk dan kota-kota penyangga.
Dorongan pembentukan dewan muncul sehubungan dengan banjir dan pohon tumbang beberapa hari terakhir yang menelan korban jiwa. Trubus berpendapat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya dapat memitigasi dampak bencana tersebut, mengingat ketersediaan informasi prakiraan cuaca dan kondisi vegetasi pohon yang sudah menua. Namun, ia menilai ego sektoral antarwilayah masih dominan, sementara peran pemerintah pusat tampak pasif.
“Drainase yang belum optimal, curah hujan tinggi, kecepatan angin, dan perilaku warga yang membuang sampah sembarangan merupakan faktor risiko klasik yang dapat diminimalkan. Upaya seperti pembangunan sumur resapan belum efektif, sehingga diperlukan kebijakan penanggulangan yang komprehensif,” ujar Trubus dalam wawancara di salah satu stasiun televisi, Jumat (31/10/2025).
Trubus mengapresiasi inisiatif sejumlah kepala daerah kota penyangga yang menggelar pertemuan untuk membahas masalah ini. Menurutnya, langkah tersebut penting, mengingat Jakarta yang ingin menjadi kota global membutuhkan dukungan dan koordinasi dari kota penyangga.
Ia menekankan urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi untuk menetapkan otoritas dan tanggung jawab wilayah aglomerasi secara jelas, sehingga perencanaan pembangunan dapat berjalan efektif dan berkelanjutan. “UU DKI Jakarta menetapkan Dewan Aglomerasi. Dewan ini seharusnya segera dibentuk agar jelas siapa yang bertanggung jawab atas wilayah aglomerasi. Tanpa dewan ini, pembangunan Jakarta akan berat karena harus menanggung situasi internal dan anggaran besar sendiri,” kata Trubus.
Staf Khusus Gubernur Bidang Tata Ruang, Nirwono Joga, menambahkan terdapat tiga agenda prioritas terkait integrasi Jakarta dengan wilayah aglomerasi. Pertama, harmonisasi kebijakan penggunaan dan pemanfaatan ruang. Kedua, penyesuaian anggaran untuk penyelesaian kemacetan dan banjir. Ketiga, implementasi prinsip aglomerasi harus diwujudkan melalui penanganan bersama di seluruh wilayah terkait.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 menetapkan kawasan aglomerasi meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. Pasal 55 UU tersebut mengatur bahwa Dewan Kawasan Aglomerasi akan dipimpin oleh Wakil Presiden dan memiliki kewenangan strategis dalam mengoordinasikan penataan ruang serta pembangunan kawasan aglomerasi.
Sejak Pramono Anung dan Rano Karno ditetapkan sebagai Gubernur DKI Jakarta, pihak partai pengusung, PDI Perjuangan, menyambut positif pembentukan Dewan Aglomerasi dan tidak memandang hal itu sebagai penghambat program strategis daerah. “Tidak masalah, dan kita memang masih mempelajari bagaimana melalui Dewan Aglomerasi ini program dapat berjalan bersama,” kata Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike dalam diskusi dengan aktivis Jakarta tujuh bulan lalu di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
*Naskah ini disusun berdasarkan berbagai sumber terpercaya dengan pengolahan redaksional oleh tim Indonewsia.id. Untuk informasi selengkapnya, silakan merujuk pada tautan sumber berita yang disertakan.









