Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen memberikan teguran terhadap SMP PGRI 5 Sukodono setelah viralnya aksi pemotongan seragam oleh guru kesiswaan. Kejadian ini memicu kritik terhadap metode pendisiplinan di sekolah.
Guru kesiswaan, Anggrek Anggara, memotong seragam seorang murid kelas 9 dalam rangka menegakkan aturan sekolah. Pihak sekolah mengklaim bahwa tindakan ini dilakukan atas persetujuan orang tua murid.
Namun, Disdikbud Sragen menilai tindakan tersebut melanggar kode etik guru dan tidak seharusnya dilakukan di hadapan siswa lain. Kepala Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Pendidikan, Tri Giyarto, menegaskan bahwa profesionalisme guru harus dijaga.
Terungkap bahwa Anggrek Anggara masih berstatus guru magang dan belum memiliki gelar sarjana. Saat ini, ia masih menempuh pendidikan di Universitas Terbuka Surakarta, jurusan PKN semester 6.
Disdikbud Sragen berencana mengeluarkan rekomendasi kepada yayasan agar lebih selektif dalam perekrutan tenaga pendidik. Mereka menilai sekolah harus memperhatikan standar kelayakan akademik guru.
Kepala sekolah SMP PGRI 5 Sukodono, Sutardi, menyatakan bahwa sekolah mengalami kekurangan tenaga pengajar sejak tujuh guru mereka lolos seleksi PPPK. Hal ini berdampak pada proses pembelajaran.
Kasus ini memicu diskusi publik terkait metode disiplin di sekolah dan kualitas pendidikan. Banyak pihak menilai perlu ada perubahan kebijakan agar tidak terjadi kejadian serupa di masa depan.
Masyarakat berharap Disdikbud bisa memberikan solusi yang lebih edukatif dan profesional dalam menangani masalah kedisiplinan siswa. Evaluasi terhadap perekrutan tenaga pendidik di sekolah-sekolah terus menjadi sorotan.
*Naskah ini disusun berdasarkan berbagai sumber terpercaya dengan pengolahan redaksional oleh tim Indonewsia.id. Untuk informasi selengkapnya, silakan merujuk pada tautan sumber berita yang disertakan.